I.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Istilah profesi
dalam kehidupan sehari-hari digunakan untuk menunjukkan tentang pekerjaan
seseorang. Seseorang yang bekerja sebagai dokter,dikatakan profesinya sebagai
dokter dan orang yang pekerjaannya mengajar di sekolah dikatakan profesinya
sebagai Guru. Bahkan ada orang yang mengatakan bahwa profesinya sebagai tukang
batu, tukang parkir, pengamen, penyanyi, pedagang dan sebagainya. Jadi istilah
profesi dalam konteks ini, sama artinya dengan pekerjaan atau tugas yang dilakukan
seseorang dalam kehidupannya sehari-hari.
Kata “professional” berasal dari
kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang
yang memiliki keahlian. Dengan kata lain, pekerjaan yang bersifat professional
adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus
dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang
karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain. (Dr.Nana Sudjana,1988)
Menurut Ornstein dan Levine (1984)
bahwa suatu pekerjaan atau jabatan dapat disebut profesi bila pekerjaan atau
jabatan itu dilakukan dengan :
- Melayani masyarakat merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat (tidak berganti-ganti pekerjaan).
- Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu diluar jangkauan khalayak ramai (tidak setiap orang melakukannya).
- Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori praktik (teori baru dikembangkan dari hasil penelitian).
- Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.
- Terkendali berdasarkan lisensi baku dan mempunyai persyaratan masuk (untuk menduduki jabatan tersebut memerlukan izin tertentu atau ada persyaratan khusus yang ditentukan untuk dapat mendudukinya).
- Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu (tidak diatur oleh orang lain).
- Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan tampilan untuk kerjanya berhubungan dengan layanan yang diberikan (langsung bertanggung jawab terhadap apa yang diputuskannya,tidak dipindahkan keatasan instansi yang lebih tinggi). Mempunyai sekumpulan unjuk kerja yang baku.
- Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien dengan penekanan terhadap layanan yang akan diberikan.
B.
TUJUAN
Adapun tujuan
kita mempelajari sejarah perkembangan profesi keguruan/ kependidikan adalah : Agar kita
mengetahui bahwa bagaimana sejarah perkembangan profesi keguruan itu sendiri,
apakah untuk mencapai profesi keguruan langsung tercipta begitu saja ataukah
melalui perjuangan panjang untuk mendapatkan keahlian dalam mengajar.
C. MANFAAT
Setelah membahas makalah ini diharapkan
kepada para mahasiswa agar dapat mengenal bagaimana sejarah profesi keguruan
II. PEMBAHASAN
II. PEMBAHASAN
SEJARAH
PERKEMBANGAN PROFESI KEGURUAN/ KEPENDIDIKAN
Perkembangan
Profesi Keguruan
kita ikuti perkembangan profesi keguruan
Indonesia, jelas bahwa pada mulanya guru-guru Indonesia diangkat dari orang-orang yang tidak
berpendidikan khusus untuk memangku jabatan guru. Dalam bukunya Sejarah
Pendidikan Indonesia, Nasution (1987) sejarah jelas melukiskan
perkembangan guru di Indonesia. Pada mulanya guru diangkat dari orang-orang
yang tidak memiliki pendidikan khusus yang ditambah dengan orang-orang yang
lulus dari
sekolah guru
(kweekschool) yang pertama kali didirikan di Solo tahun 1852. Karena
mendesaknya keperluan guru maka Pemerintah Hindia Belanda mengangkat lima macam
guru yaitu:
1.
Guru lulusan sekolah guru yang dianggap
sebagai guru yang berwenang penuh.
2.
Guru yang bukan sekolah guru, tetapi
lulus ujian yang diadakan untuk menjadi guru.
3.
Guru bantu, yakni yang lulus ujian guru bantu.
4.
Guru yang dimagangkan kepada seorang
guru senior, yang merupakan calon guru.
5.
Guru yang diangkat karena keadaan yang
sangat mendesak yang berasal dari warga yang pernah mengecap
pendidikan.
Walaupun
jabatan guru tidak harus disebut sebadai jabatan profesional penuh, status
mulai membaik. Di Indonesia telah
ada Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang mewadahi persatuan guru, dan
juga mempunyai perwakilan di DPR/MPR.
Dalam sejarah
pendidikan guru Indonesia, guru pernah
mempunyai status yang sangat tinggi di masyarakat, mempunyai wibawah yang sangat tinggi, dan
dianggap sebagai orang yang serba tahu. Peranan guru saat itu tidak hanya
mendidik anak di depan kelas, mendidik masyarakat, tempat masyarakat untuk
bertanya, baik untuk memecahkan masalah pribadi maupun sosial. Namun, wibawa guru mulai
memudar sejalan dengan kamajuan zaman, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, dan keperluan guru yang meningkat tentang imbalan atau balas jasa.
Meskipun sekolah Guru telah
diadakan, namun kurikulumnya masih lebih mementingkan pengetahuan yang akan
diajarkan disekolah, sedangkan materi ilmu mendidikan psikologi belum
dicantumkan secara khusus didalamnya. Sejalan dengan pendirian sekolah-sekolah
yag lebih tinggi tingkatannya dari sekolah umum seperti Hollands Indlandse
School(HIS), Meer Uitgebreid Lagere ONderwijs (MULO), Hogere Burgeschool (HBS),
dan Algemene Middlebare School(AMS), secara berangsur-angsur didirikan pula
lembaga pendidikan guru atau kursus-kursus penyiapan guru; seperti Hogere
Kweekschool (HKS) untuk guru HIS dan kursus Hoofdacte(HA) untuk calon kepala
sekolah.
Keadaan
demikian berlanjut sampai zaman pendudukan Jepang dan awal perang kemerdekaan.
Secara perlahan namun pasti, pendidikan guru meningkatkan jenjang kualifikasi
dan mutunya saat ini lembaga tunggal untuk pendidikan guru, yakni Lemabga
Pendidikan Tenaga Kpendidikan(LPTK).
Menurut para
ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan
manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (1997) mengemukakan
bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen
tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang
teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu
tingkah laku yang dipersyaratkan. Memperhatikan kualitas guru di Indonesia memang jauh
berbeda dengan dengan guru-guru yang ada di Amerika Serikat atau Inggris. Di
Amerika Serikat pengembangan profesional guru harus memenuhi standar
sebagaimana yang dikemukakan Stiles dan Horsley (1998) dan NRC
(1996) bahwa ada empat standar standar pengembangan profesi guru yaitu:
1.
Standar pengembangan profesi A adalah
pengembangan profesi untuk para guru sains memerlukan pembelajaran isi sains yang diperlukan melalui
perspektif-perspektif dan metode-metode inquiri. Para guru dalam sketsa ini melalui sebuah
proses observasi fenomena alam, membuat penjelasan-penjelasan dan menguji
penjelasan-penjelasan tersebut berdasarkan fenomena alam.
2.
Standar pengembangan profesi B adalah
pengembangan profesi untuk guru sains memerlukan pengintegrasian pengetahuan
sains, pembelajaran, pendidikan, dan siswa, juga menerapkan
pengetahuan tersebut ke pengajaran sains. Pada guru yang efektif tidak hanya
tahu sains namun
mereka juga tahu bagaimana mengajarkannya. Guru yang efektif dapat
memahami bagaimana siswa mempelajari konsep-konsep yang penting,
konsep-konsep apa yang mampu dipahami siswa pada tahap-tahap pengembangan, profesi
yang berbeda, dan pengalaman, contoh dan representasi apa yang bisa membantu
siswa belajar.
3.
Standar pengembangan profesi C adalah
pengembangan profesi untuk para guru sains memerlukan
pembentukan pemahaman dan kemampuan untuk pembelajaransepanjang masa. Guru yang
baik biasanya tahu bahwa dengan memilih profesi guru, mereka telah berkomit
menuntuk belajar sepanjang masa. Pengetahuan baru selalu dihasilkan sehingga
guru berkesempatan terus untuk belajar.
4.
Standar pengembangan profesi D adalah
program-program profesi untuk guru sains harus koheren
(berkaitan) dan terpadu. Standar ini dimaksudkan untuk menangkal kecenderungan
kesempatan-kesempatan pengembangan profesi terfragmentasi dan tidak
berkelanjutan. Apabila guru di Indonesia telah memenuhi standar profesional
guru sebagaimana yang berlaku di Amerika Serikat maka kualitas Sumber Daya
Manusia Indonesia semakin baik. Selain memiliki standar professional guru
sebagaimana uraian di atas, di Amerika Serikat sebagaimana diuraikan dalam
jurnal Educational Leadership 1993 (dalam Supriadi 1998) dijelaskan bahwan
untuk menjadi profesional seorang guru dituntut untuk memiliki lima hal:
a. Guru mempunyai
komitmen pada siswa dan proses belajarnya.
b. Guru menguasai
secara mendalam bahan/ mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya
kepada siswa
c. Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar
siswa melalui berbagai cara evaluasi
d. Guru mampu
berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar
dari pengalamannya
e. Guru seyogyanya
merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.
Pengembangan
profesionalisme guru menjadi perhatian secara global, karena guru memiliki tugas dan peran
bukan hanya memberikan
informasi-informasi
ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang
mampu bertahan dalam era hiperkompetisi.
Tugas guru
adalah membantu peserta didik agar mampu melakukan adaptasi terhadap berbagai tantangan
kehidupan serta desakan yang berkembang dalam dirinya. Pemberdayaan peserta
didik ini meliputi aspek-aspek kepribadian terutama aspek intelektual,
sosial, emosional, dan
keterampilan.
Tugas mulia itu menjadi berat karena bukan saja guru harus mempersiapkan generasi muda
memasuki abad pengetahuan, melainkan harus mempersiapkan diri agar tetap eksis,
baik sebagai individu maupun sebagai profesional. Akadum (1999) menyatakan
dunia guru masih terselingkung dua masalah yang memiliki mutualkorelasi yang
pemecahannya memerlukan kearifan dan kebijaksanaan beberapa pihak
terutama pengambil kebijakan :
1. Profesi
keguruan kurang menjamin kesejahteraan karena rendah gajinya. Rendahnya
gaji berimplikasi pada kinerjanya
2. Profesionalisme
guru masih rendah. Akadum (1999) juga mengemukakan bahwa ada lima penyebab
rendahnya profesionalisme guru:
·
Masih banyak guru yang tidak menekuni
profesinya secara total
·
Rentan dan rendahnya kepatuhan guru
terhadap norma dan etika profesi keguruan
·
Pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan
keguruan masih setengah hati dari pengambilankebijakan dan pihak-pihak
terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya kelembagaan pencetak
tenaga keguruan dan kependidikan
·
Masih
belum smooth-nya perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar yang
diberikankepada calon guru
·
Masih belum berfungsi PGRI sebagai
organisasi profesi yang berupaya secara makssimal meningkatkan
profesionalisme anggotanya. Kecenderungan PGRI bersifat politis memang tidak
bisa disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group agar dapat
meningkatkankesejahteraan anggotanya. Namun demikian di masa mendatang PGRI
sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme para anggotanya.
Dengan melihat
adanya faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru,
pemerintah berupaya untuk mencari alternative untuk meningkatkan profesi guru. Pemerintah
telah berupaya untuk meningkatkan profesionalisme guru diantaranya meningkatkan
kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga
pengajar mulai tingkat persekolahan sampai perguruan tinggi.
Program
penyetaaan Diploma II bagi guru-guruSD, Diploma III bagi guru-guru SLTP dan
Strata I (sarjana) bagi guru-guru SLTA. Meskipun demikian penyetaraan ini tidak
bermakna banyak, kalau guru tersebut secara entropi kurang memiliki daya untuk
melakukan perubahan.Selain diadakannya penyetaraan guru-guru, upaya lain yang
dilakukan pemerintah adalah program sertifikasi. Selain sertifikasi upaya
lain yang telah dilakukan di Indonesia untuk meningkatkan profesionalisme guru,
misalnya PKG (Pusat Kegiatan Guru, dan KKG (Kelompok Kerja Guru)
yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam
memecahkanmasalah-masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan mengajarnya (Supriadi,
1998).
Profesionalisasi
harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Dalam proses
ini, pendidikan prajabatan, pendidikan dalam jabatan termasuk penataran,
pembinaan dari organisasi profesi dan tempat kerja, penghargaan masyarakat
terhadap profesi keguruan, penegakan kodeetik profesi, sertifikasi, peningkatan
kualitas calon guru, imbalan, dll secara bersama-sama menentukan
pengembangan profesionalisme seseorang termasuk guru.Dari beberapa upaya yang
telah dilakukan pemerintah di atas, faktor yang paling penting
agar guru-guru dapat meningkatkan kualifikasi dirinya yaitu dengan
menyetarakan banyaknya jam kerja dengan gaji guru. Program apapun yang akan
diterapkan pemerintah tetapi jika gaji guru rendah,
jelaslah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya guru akan mencari pekerjaan tambahan untuk mencukupi
kebutuhannya. Di Amerika Serikat hal ini sudah lama berlaku sehingga
tidak heran kalau pendidikan di Amerika Serikat menjadi pola anutan
negara-negara.
Tuntutan keprofessionalan suatu
pekerjaan pada dasarnya membutuhkan sejumlah persyaratan yang harus dimiliki
oleh seseorang yang memangku jabatan tersebut. Menurut Moh.Ali dalam Moh. User
Usman persyaratan guru professional antara lain: 1) menuntut adanya
keterampilan, 2) menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu, 3)
menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan guru yang memadai,4) adanya
kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya, 5)
memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan (Moh Uzer Usman;
1996).
III.
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari pembahasan
di atas dapat diambil kesimpulan yaitu :
1. Istilah profesi
dalam kehidupan sehari-hari digunakan untuk menunjukkan tentang pekerjaan
seseorang. Seseorang yang bekerja sebagai dokter,dikatakan profesinya sebagai
dokter dan orang yang pekerjaannya mengajar di sekolah dikatakan profesinya
sebagai Guru.
2. Dilihat dari sejarah, pada awalnya orang-orang
diangkat menjadi guru belum berpendidikan khusus keguruan, dan secara
perlahan-lahan tenaga guru ditambah dengan mengangkat dari lulusan guru (kweek
school) yang pertama kali didirikan di SOLO pada tahun 1852. karena kebutuhan
penambahan sejumlah guru yang semakin mendesak.
B. SARAN
Kami menyadari
bahwa dalam penyusunan makalah kelompok kami masih memiliki banyak kekurangan.Oleh karena itu, kepada
Bapak, Ibu dosen, dan seluruh pembaca agar dapat memberikan kritik
dan sarannya untuk menyempurnakan makalah kelompok
kami.
DAFTAR PUSTAKA
Kunandar.2010.
Guru professional.Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada
Samad,Sulaiman,dkk.2006.Profesi
Keguruan. Fip UNM
Soetjipto.2009.
Profesi Keguruan. Jakarta:PT. Asdi Maha Satya.
Usman,Uzer.1995.
Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Wahyudi,Iman.
2012. Mengejar Profesional Guru. Jakarta:Prestasi Pustakaraya.
terima kasih atas penjelasan di makalahnya.
BalasHapusmakalah ini akan membantu saya menyelesaikan karya yang sedang saya tulis. nantikan hasilnya di http://ragamdinamik.blogspot.com/
terima kasih. :)