Selasa, 01 Oktober 2013

SEJARAH PROFESI KEGURUAN



        I.            PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Istilah profesi dalam kehidupan sehari-hari digunakan untuk menunjukkan tentang pekerjaan seseorang. Seseorang yang bekerja sebagai dokter,dikatakan profesinya sebagai dokter dan orang yang pekerjaannya mengajar di sekolah dikatakan profesinya sebagai Guru. Bahkan ada orang yang mengatakan bahwa profesinya sebagai tukang batu, tukang parkir, pengamen, penyanyi, pedagang dan sebagainya. Jadi istilah profesi dalam konteks ini, sama artinya dengan pekerjaan atau tugas yang dilakukan seseorang dalam kehidupannya sehari-hari.
Kata “professional” berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang memiliki keahlian. Dengan kata lain, pekerjaan yang bersifat professional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain. (Dr.Nana Sudjana,1988)
Menurut Ornstein dan Levine (1984) bahwa suatu pekerjaan atau jabatan dapat disebut profesi bila pekerjaan atau jabatan itu dilakukan dengan :
  1. Melayani masyarakat merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat (tidak berganti-ganti pekerjaan).
  2. Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu diluar jangkauan khalayak ramai (tidak setiap orang melakukannya).
  3. Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori praktik (teori baru dikembangkan dari hasil penelitian).
  4. Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.
  5. Terkendali berdasarkan lisensi baku dan mempunyai persyaratan masuk (untuk menduduki jabatan tersebut memerlukan izin tertentu atau ada persyaratan khusus yang ditentukan untuk dapat mendudukinya).
  6. Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu (tidak diatur oleh orang lain).
  7. Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan tampilan untuk kerjanya berhubungan dengan layanan yang diberikan (langsung bertanggung  jawab terhadap apa yang diputuskannya,tidak dipindahkan keatasan instansi yang lebih tinggi). Mempunyai sekumpulan unjuk kerja yang baku.
  8. Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien dengan penekanan terhadap layanan yang akan diberikan.

B.     TUJUAN
Adapun tujuan kita mempelajari sejarah perkembangan profesi keguruan/ kependidikan adalah : Agar kita mengetahui bahwa bagaimana sejarah perkembangan profesi keguruan itu sendiri, apakah untuk mencapai profesi keguruan langsung tercipta begitu saja ataukah melalui perjuangan panjang untuk mendapatkan keahlian dalam mengajar.

C.    MANFAAT
Setelah membahas makalah ini diharapkan kepada para mahasiswa agar dapat mengenal bagaimana sejarah profesi keguruan
                 II.            PEMBAHASAN

SEJARAH PERKEMBANGAN PROFESI KEGURUAN/ KEPENDIDIKAN
Perkembangan Profesi Keguruan  kita ikuti perkembangan profesi keguruan Indonesia, jelas bahwa pada mulanya guru-guru Indonesia diangkat dari orang-orang yang tidak berpendidikan khusus untuk memangku jabatan guru. Dalam bukunya Sejarah Pendidikan Indonesia, Nasution (1987) sejarah jelas melukiskan perkembangan guru di Indonesia. Pada mulanya guru diangkat dari orang-orang yang tidak memiliki pendidikan khusus yang ditambah dengan orang-orang yang lulus dari sekolah guru (kweekschool) yang pertama kali didirikan di Solo tahun 1852. Karena mendesaknya keperluan guru maka Pemerintah Hindia Belanda mengangkat lima macam guru yaitu:
1.      Guru lulusan sekolah guru yang dianggap sebagai guru yang berwenang penuh.
2.      Guru yang bukan sekolah guru, tetapi lulus ujian yang diadakan untuk menjadi guru.
3.       Guru bantu, yakni yang lulus ujian guru bantu.
4.      Guru yang dimagangkan kepada seorang guru senior, yang merupakan calon guru.
5.      Guru yang diangkat karena keadaan yang sangat mendesak yang berasal dari warga yang pernah mengecap pendidikan.
Walaupun jabatan guru tidak harus disebut sebadai jabatan profesional penuh, status mulai membaik. Di Indonesia telah ada Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang mewadahi persatuan guru, dan juga mempunyai perwakilan di DPR/MPR.
Dalam sejarah pendidikan guru Indonesia, guru pernah mempunyai status yang sangat tinggi di masyarakat, mempunyai wibawah yang sangat tinggi, dan dianggap sebagai orang yang serba tahu. Peranan guru saat itu tidak hanya mendidik anak di depan kelas, mendidik masyarakat, tempat masyarakat untuk bertanya, baik untuk memecahkan masalah pribadi maupun sosial. Namun, wibawa guru mulai memudar sejalan dengan kamajuan zaman,  perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan keperluan guru yang meningkat tentang imbalan atau balas jasa.
Meskipun sekolah Guru telah diadakan, namun kurikulumnya masih lebih mementingkan pengetahuan yang akan diajarkan disekolah, sedangkan materi ilmu mendidikan psikologi belum dicantumkan secara khusus didalamnya. Sejalan dengan pendirian sekolah-sekolah yag lebih tinggi tingkatannya dari sekolah umum seperti Hollands Indlandse School(HIS), Meer Uitgebreid Lagere ONderwijs (MULO), Hogere Burgeschool (HBS), dan Algemene Middlebare School(AMS), secara berangsur-angsur didirikan pula lembaga pendidikan guru atau kursus-kursus penyiapan guru; seperti Hogere Kweekschool (HKS) untuk guru HIS dan kursus Hoofdacte(HA) untuk calon kepala sekolah.
            Keadaan demikian berlanjut sampai zaman pendudukan Jepang dan awal perang kemerdekaan. Secara perlahan namun pasti, pendidikan guru meningkatkan jenjang kualifikasi dan mutunya saat ini lembaga tunggal untuk pendidikan guru, yakni Lemabga Pendidikan Tenaga Kpendidikan(LPTK).
Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan. Memperhatikan kualitas guru di Indonesia memang jauh berbeda dengan dengan guru-guru yang ada di Amerika Serikat atau Inggris. Di Amerika Serikat pengembangan profesional guru harus memenuhi standar sebagaimana yang dikemukakan Stiles dan Horsley (1998) dan NRC (1996) bahwa ada empat standar standar pengembangan profesi guru yaitu:
1.      Standar pengembangan profesi A adalah pengembangan profesi untuk para guru sains memerlukan pembelajaran isi sains yang diperlukan melalui perspektif-perspektif dan metode-metode inquiri. Para guru dalam sketsa ini melalui sebuah proses observasi fenomena alam, membuat penjelasan-penjelasan dan menguji penjelasan-penjelasan tersebut berdasarkan fenomena alam.
2.      Standar pengembangan profesi B adalah pengembangan profesi untuk guru sains memerlukan pengintegrasian pengetahuan sains, pembelajaran, pendidikan, dan siswa, juga menerapkan pengetahuan tersebut ke pengajaran sains. Pada guru yang efektif tidak hanya tahu sains namun mereka juga tahu bagaimana mengajarkannya. Guru yang efektif dapat memahami bagaimana siswa mempelajari konsep-konsep yang penting, konsep-konsep apa yang mampu dipahami siswa pada tahap-tahap pengembangan, profesi yang berbeda, dan pengalaman, contoh dan representasi apa yang bisa membantu siswa belajar.
3.      Standar pengembangan profesi C adalah pengembangan profesi untuk para guru sains memerlukan pembentukan pemahaman dan kemampuan untuk pembelajaransepanjang masa. Guru yang baik biasanya tahu bahwa dengan memilih profesi guru, mereka telah berkomit menuntuk belajar sepanjang masa. Pengetahuan baru selalu dihasilkan sehingga guru berkesempatan terus untuk belajar.
4.      Standar pengembangan profesi D adalah program-program profesi untuk guru sains harus koheren (berkaitan) dan terpadu. Standar ini dimaksudkan untuk menangkal kecenderungan kesempatan-kesempatan pengembangan profesi terfragmentasi dan tidak berkelanjutan. Apabila guru di Indonesia telah memenuhi standar profesional guru sebagaimana yang berlaku di Amerika Serikat maka kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia semakin baik. Selain memiliki standar professional guru sebagaimana uraian di atas, di Amerika Serikat sebagaimana diuraikan dalam jurnal Educational Leadership 1993 (dalam Supriadi 1998) dijelaskan bahwan untuk menjadi profesional seorang guru dituntut untuk memiliki lima hal:
a.       Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya.
b.      Guru menguasai secara mendalam bahan/ mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada siswa
c.        Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi
d.      Guru mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya
e.       Guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.
Pengembangan profesionalisme guru menjadi perhatian secara global, karena guru memiliki tugas dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu bertahan dalam era hiperkompetisi.
Tugas guru adalah membantu peserta didik agar mampu melakukan adaptasi terhadap berbagai tantangan kehidupan serta desakan yang berkembang dalam dirinya. Pemberdayaan peserta didik ini meliputi aspek-aspek kepribadian terutama aspek intelektual, sosial, emosional, dan keterampilan. Tugas mulia itu menjadi berat karena bukan saja guru harus mempersiapkan generasi muda memasuki abad pengetahuan, melainkan harus mempersiapkan diri agar tetap eksis, baik sebagai individu maupun sebagai profesional. Akadum (1999) menyatakan dunia guru masih terselingkung dua masalah yang memiliki mutualkorelasi yang pemecahannya memerlukan kearifan dan kebijaksanaan beberapa pihak terutama pengambil kebijakan :
1.      Profesi keguruan kurang menjamin kesejahteraan karena rendah gajinya. Rendahnya gaji berimplikasi pada kinerjanya
2.      Profesionalisme guru masih rendah. Akadum (1999) juga mengemukakan bahwa ada lima penyebab rendahnya profesionalisme guru:
·         Masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total
·         Rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan
·         Pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari pengambilankebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan kependidikan
·          Masih belum smooth-nya perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar yang diberikankepada calon guru
·         Masih belum berfungsi PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara makssimal meningkatkan profesionalisme anggotanya. Kecenderungan PGRI bersifat politis memang tidak bisa disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group agar dapat meningkatkankesejahteraan anggotanya. Namun demikian di masa mendatang PGRI sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme para anggotanya.
Dengan melihat adanya faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru, pemerintah berupaya untuk mencari alternative untuk meningkatkan profesi guru. Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan profesionalisme guru diantaranya meningkatkan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar mulai tingkat persekolahan sampai perguruan tinggi.
Program penyetaaan Diploma II bagi guru-guruSD, Diploma III bagi guru-guru SLTP dan Strata I (sarjana) bagi guru-guru SLTA. Meskipun demikian penyetaraan ini tidak bermakna banyak, kalau guru tersebut secara entropi kurang memiliki daya untuk melakukan perubahan.Selain diadakannya penyetaraan guru-guru, upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah program sertifikasi. Selain sertifikasi upaya lain yang telah dilakukan di Indonesia untuk meningkatkan profesionalisme guru,  misalnya PKG (Pusat Kegiatan Guru, dan KKG (Kelompok Kerja Guru) yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam memecahkanmasalah-masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan mengajarnya (Supriadi, 1998).
Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Dalam proses ini, pendidikan prajabatan, pendidikan dalam jabatan termasuk penataran, pembinaan dari organisasi profesi dan tempat kerja, penghargaan masyarakat terhadap profesi keguruan, penegakan kodeetik profesi, sertifikasi, peningkatan kualitas calon guru, imbalan, dll secara bersama-sama menentukan pengembangan profesionalisme seseorang termasuk guru.Dari beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah di atas, faktor yang paling penting agar guru-guru dapat meningkatkan kualifikasi dirinya yaitu dengan menyetarakan banyaknya jam kerja dengan gaji guru. Program apapun yang akan diterapkan pemerintah tetapi jika gaji guru rendah, jelaslah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya guru akan mencari pekerjaan tambahan untuk mencukupi kebutuhannya. Di Amerika Serikat hal ini sudah lama berlaku sehingga tidak heran kalau pendidikan di Amerika Serikat menjadi pola anutan negara-negara.
Tuntutan keprofessionalan suatu pekerjaan pada dasarnya membutuhkan sejumlah persyaratan yang harus dimiliki oleh seseorang yang memangku jabatan tersebut. Menurut Moh.Ali dalam Moh. User Usman persyaratan guru professional antara lain: 1) menuntut adanya keterampilan, 2) menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu, 3) menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan guru yang memadai,4) adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya, 5) memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan (Moh Uzer Usman; 1996).




                                                                                                                                                        III.            PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan yaitu :
1.      Istilah profesi dalam kehidupan sehari-hari digunakan untuk menunjukkan tentang pekerjaan seseorang. Seseorang yang bekerja sebagai dokter,dikatakan profesinya sebagai dokter dan orang yang pekerjaannya mengajar di sekolah dikatakan profesinya sebagai Guru.
2.       Dilihat dari sejarah, pada awalnya orang-orang diangkat menjadi guru belum berpendidikan khusus keguruan, dan secara perlahan-lahan tenaga guru ditambah dengan mengangkat dari lulusan guru (kweek school) yang pertama kali didirikan di SOLO pada tahun 1852. karena kebutuhan penambahan sejumlah guru yang semakin mendesak.
B.     SARAN
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah kelompok kami masih memiliki banyak  kekurangan.Oleh karena itu, kepada Bapak, Ibu dosen, dan  seluruh pembaca agar dapat memberikan kritik dan sarannya untuk  menyempurnakan makalah kelompok  kami.







DAFTAR PUSTAKA

Kunandar.2010. Guru professional.Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada
Samad,Sulaiman,dkk.2006.Profesi Keguruan. Fip UNM
Soetjipto.2009. Profesi Keguruan. Jakarta:PT. Asdi Maha Satya.
Usman,Uzer.1995. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Wahyudi,Iman. 2012. Mengejar Profesional Guru. Jakarta:Prestasi Pustakaraya.

1 komentar:

  1. terima kasih atas penjelasan di makalahnya.
    makalah ini akan membantu saya menyelesaikan karya yang sedang saya tulis. nantikan hasilnya di http://ragamdinamik.blogspot.com/
    terima kasih. :)

    BalasHapus